Teruntuk Saudaraku yang Kebelet Nikah, Sebaiknya Ditahan Dulu!
Gue garis bawahi, tulisan ini ber-genre akademis, sengaja judulnya gue plintirin agar banyak viewer. Mungkin juga ini jalan dakwah gue, dapat pahala dari narasi-narasi positif melalui media daring. Sebagai narasi akademis tsiqah, kuat, gue mau cerita dan merespon fenomena yang menimpa negeri atau bahkan bisa disebut “sedang” melanda dunia. Ya, anda sudah pasti menjawab “Wabah Corona”.
Anda dan saya, mungkin sudah sangat familier dengan Covid-19 atau Corona, pun memahami secara mendalam apa itu wabah atau pandemi. Kakek gue malah disebut Kiyai Corona, sebab beliau paling rajin memberi khabar melalui masjid-masjid kampung tentang bahaya laten Corona. Meskipun beliau agak cadel. Dia bilang begini “Jam’ah yang budiman, Hali-hali ini, kita sedang dilanda masalah penyakit menulal, yaitu wabah Colona, atau Covid-19, sesuai anjulan pemelintah, kita disuluh untuk menjaga jalak, Ingat, wabah ini sangat belbahaya.
Meskipun beliau tidak bisa menyebut huruf “R”, dan menjadi candaan masyarakat, tapi gue bangga karena selain beliau kakek gue, tapi juga karena beliau Kiyai kampung yang dihormati. Oke, ini baru sepenggal peristiwa. Menurut gue, entah sudah ribuan artikel dan opini yang berbicara soal Covid-19. Intinya kalian pade paham. Tinggal, pade ikuti protokol, dan imbauan pemerintah.
Ya, namanya juga manusia sih! Sering lawan arus, melanggar aturan. Di saat, tempat-tempat ibadah disterilkan, #Shalatdirumahaja, masih banyak yang mengindahkan, ngalahin fatwa MUI dan negara-negaa di Timur-Tengah yang lebih paham tentang agama. Bahkan, ada lagi nih, fenomena unik di tengah pandemi berbahaya ini, yaitu fenomena Kebelet Nikah. Ya, lagi-lagi datang dari Adam dan Hawa, mereka yang tak kuat melawan hawanafsu.
Sebelum gue lanjutkan, kita bicara karakter yang kebelet nikah!
Karakter yang sudah menetap akan membentuk sebuah kepribadian. Menurut Freud, kepribadian berdiri di atas tiga pilar, yaitu id,ego dan super ego, unsure hewani, akali dan moral. Perilaku menurut Freud merupakan interaksi dari ketiga pilar tersebut. Tetapi kesimpulan Freud manusia Adalah Homo Volens, yakni makhluk berkeinginan yang tingkah lakunya di kendalikan oleh keinginan-keinginan yang terpendam di dalam alam bawah sadar, satu kesimpulan yang merendahkan martabat manusia.
Jadi kepribadian itu berlainan dalam suatu keadaan dan situasi lain, antara satu periode umur dengan periode lain, berlainan menurut hubungannya dengan manusia yang ini dan yang itu, berlainan pula menurut sebab akibat dan motif-motif yang menggerakkan kepribadian itu bertindak. Dalam hal ini, perempuan itu juga seperti pria, merupakan “kepribadian manusia”, yang menjadi sasaran dari sifat yang berlawanan ini karena adanya factor-faktor yang banyak dan suasana yang berbolak balik di dalam unsure-unsur “kepribadian”.
Karena kepribadian itu di dalam bahasa merupakan satu kata, tetapi akan keliru sekali bila dibayangkan bahwa kepribadian itu adalah sesuatu yang hanya terdiri dari satu unsure saja, yang berada di bawah satu nama. Karena kepribadian itu merupakan beberapa factor yang tidak terhitung banyaknya, di antaranya naluru pengertian, perasaan dan hubungan timbale balik antara kepribadian itu dan alam sekitar tempatnya hidup. Dan dengan kombinasi yang beraneka ragam itu, maka kepribadian berada dalam gerakan yang terus menerus, yang tidak pernah tenang menuju satu arah dalam secercah waktu.
Di sinilah diperlukan bahkan menjadi suatu kewajiban seorang mukmin untuk terus meningkatkan pengetahuan bagaimana membangun rumah tangga yang harmonis atau yang sering kita dengar yakni keluarga sakinah, mawaddah dan rahmah tanpa ada tendensi yang lain dalam artian, refleksi penulis, yaitu ‘berusaha dari hari ke hari untuk terus belajar dan berusaha bagaimana religiusitas dan spritualitas dalam diri seseorang itu bisa seirama. Karena hanya dengan dua kata kunci ini kebahagian dalam rumah tangga bisa dicapai bahkan dalam kehidupan yang lebih luas sekalipun.
Teruntuk yang Kebelet Nikah
Teruntuk kalian para Adam dan Hawa, agar menahan dulu gairah kalian untuk menikah. Kita sedang berada pada situasi menghawatirkan, betapa mengerikannya apabila kalian, keluarga dan termasuk gue yang menghadiri pernikahan kalian terserang virus Corona.
Untuk saat ini, jangan takut bila pacar lho diambil orang, masih banyak stock. Jangan mudah digertak sehingga lho pade terpaksa menikah di waktu-waktu ini. Pandemi Corona ini bukan akhir dunia, perjalanan hidup ini masih panjang, pun dengan lembaran kisah cinta kalian. Fitrah kita di ciptakan Tuhan di dunia ini adalah berpasang-pasangan. Jangan, lho pade cemen takut di tinggal, karena kita hidup pada dasarnya adalah untuk “meninggalkan” dunia menuju kebahagiaan abadi di akhirat kelak.
Menikah adalah ibadah, tapi untuk saat ini tak menahan diri untuk menikah adalah ibadah, agar orang lain terselamatkan.
Catatan: Tulisan ini ditujukan kepada mereka yang kebelet nikah.....atau yang berniat “me-nikah-lagi”, Agar Menahan Diri.....